Minggu, 15 Januari 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2005

TENTANG

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang
:
Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan;



Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indone-sia Tahun 1945;


   


2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan
:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

BAB I


KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.


2.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.


3.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.


4.
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.


5.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.


6.
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelak-sanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.


7.
Standar pendidikan dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.


8.
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria  minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.


9.
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.


10.
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.


11.
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.


12.
Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.


13.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.


14.
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.


15.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.


16.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.


17.
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.


18.
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelengga-raan pendidikan.  


19.
Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.


20.
Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.


21.
Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendi-dikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.


22.
Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.


23.
Departemen adalah departemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.


24.
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.


25.
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.


26.
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.


27.
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.


28.
Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendi-dikan.




BAB II


LINGKUP, FUNGSI, DAN TUJUAN


Pasal 2



(1)
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi :




a.
Standar isi;

b.
Standar proses;

c.
Standar kompetensi lulusan;

d.
Standar pendidikan dan tenaga kependidikan;

e.
Standar sarana dan prasarana;

f.
Standar pengelolaan;

g.
Standar pembiayaan; dan

h.
Standar penilaian pendidikan.



(2)
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi akreditasi, dan sertifikasi.


(3)
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Pasal 3


Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Pasal 4


Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.




BAB III

STANDAR ISI

Bagian Kesatu

Umum


Pasal 5

(1).
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.


(2).
Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.


Bagian Kedua
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum

Pasal 6



(1)
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :




a.
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b.
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d.
Kelompok mata pelajaran estetika;

e.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.



(2)
Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.


(3)
Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.


(4)
Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembela-jaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan-/atau penghayatan peserta didik.


(5)
Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.


(6)
Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.

Pasal 7


(1)
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.


(2)
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB-/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.


(3)
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB-/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.


(4)
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/-SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.


(5)
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/-SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.


(6)
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.


(7)
Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/-SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.


(8)
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/-SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/-MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

 

Pasal 8


(1)
Kedalam muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.


(2)
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.


(3)
Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9


(1)
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk setiap program studi.


(2)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.


(3)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi program Sarjana dan Diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan, serta mata kuliah Statistika, dan/atau Matematika.


(4)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kedalaman muatan kurikulum pendi-dikan tinggi diatur oleh perguruan tinggi masing-masing.








Bagian Ketiga
Beban Belajar

Pasal 10


(1)
Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/-MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.


(2)
MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.


(3)
Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan persentase beban belajar setiap kelompok matapelajaran ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

Pasal 11


(1)
Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS).


(2)
Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.


(3)
Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.


(4)
Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul dari BSNP.

Pasal 12


(1)
Beban belajar pada pendidikan kesetaraan disampaikan dalam bentuk tatap muka, praktek keterampilan, dan kegiatan mandiri yang terstruktur sesuai dengan kebutuhan.


(2)
Beban belajar efektif per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

 



Pasal 13


(1)
Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.


(2)
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan voka-sional.


(3)
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran pendidikan estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, oleh raga, dan kesehatan.


(4)
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Pasal 14


(1)
Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.


(2)
Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.


(3)
Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Pasal 15


(1)
Beban SKS minimal dan maksimal program pendidikan pada pendidikan tinggi dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.


(2)
Beban SKS efektif program pendidikan pada pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.


Bagian Keempat

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Pasal 16


(1)
Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.


(2)
Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya :

a.
Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/SDLB/-SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidik-an formal kategori standar;

b.
Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/SDLB/-SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidik-an formal kategori mandiri;


(3)
Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.


(4)
Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum satuan pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah.


(5)
Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) sekurang-kurangnya meliputi model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem paket dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem kredit semester.

Pasal 17


(1)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.


(2)
Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.


(3)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan.


(4)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan.


Bagian Kelima
Kalender Pendidikan/Akademik

Pasal 18


(1)
Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.


(2)
Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester.


(3)
Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
 


BAB IV
STANDAR PROSES

Pasal 19

(1)
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berparti-sipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakasa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.


(3)
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksa-naan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pasal 20


Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembela-jaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.


Pasal 21


(1)
Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasion maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.


(2)
Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.

Pasal 22


(1)
Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompentensi dasar yang harus dikuasai.


(2)
Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes tulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok.


(3)
Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.

Pasal 23


Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.

Pasal 24


Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.



BAB V

STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN

Pasal 25

(1)
Standar kompetensi kelulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.


(2)
Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.


(3)
Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan.


(4)
Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Pasal 26


(1)
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.


(2)
Standar kompentensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.   


(3)
Standar kompentensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.


(4)
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kemandirian dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.   

Pasal 27

(1)
Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.


(2)
Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.

 




 




BAB VI


STANDAR PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Pendidikan

Pasal 28

(1)
Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 


(2)
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidikan yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


(3)
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :

a.
Kompetensi pedagogik;

b.
Kompetensi kepribadian;

c.
Kompetensi profesional; dan

d.
Kompetensi sosial.


(4)
Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.


(5)
Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
 
Pasal 29

(1)
Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki :

a.
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau Sar-jana (S1)

b.
latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependi-dikan lain, atau psikologi; dan

c.
Sertifikat profesi guru untuk PAUD



(2)
Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki :

a.
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b.
latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan

c.
sertifikat profesi guru untuk SD/MI



(3)
Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki :

a.
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b.
latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c.
sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs



(4)
Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki :

a.
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b.
latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c.
sertifikat profesi guru untuk SMA/MA



(5)
Pendidikan pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memi-liki :

a.
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

b.
sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB



(6)
Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki :

a.
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b.
latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c.
sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK

Pasal 30


(1)
Pendidik pada TK/RA sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas yang penu-gasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


(2)
Pendidikan pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


(3)
Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(4)
Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


(5)
Pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran dan instruktur bidang kejuruan yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


(6)
Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


(7)
Pendidikan pada satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C terdiri atas tutor penanggungjawab mata pelajaran, dan nara sumber teknis yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


(8)
Pendidikan pada lembaga kursus dan pelatihan keterampilan terdiri atas pengajar, pembimbing, pelatih atau instruktur, dan penguji.

Pasal 31


(1)
Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum :

a.
lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;

b.
lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan

c.
lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor (S3)



(2)
Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir a, pendidik pada program vokasi harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.


(3)
Selain kualifikasi pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir b, pendidik pada program profesi harus memiliki sertifikat kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.

Pasal 32


(1)
Pendidik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar sebagai-mana diatur dalam Pasal 28 sampai dengan pasal 31.


(2)
Selain syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama dapat memberikan kriteria tambahan.

Pasal 33


(1)
Pendidik di lembaga kursus dan lembaga pelatihan keterampilan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang dipersyaratkan.


(2)
Kualifikasi dan kompetensi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 34



Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan dalam Peraturan Menteri ber-dasarkan usulan dari BSNP.


Bagian Kedua
Tenaga Kependidikan

Pasal 35

(1)
Tenaga kependidikan pada :

a.
TK/RA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TK/RA dan tenaga kebersihan TK/RA

b.
SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

c.
SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

d.
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

e.
SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpus-takaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber bela-jar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis.

f.
Paket A, Paket B dan Paket C sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administrasi, dan tenaga perpustakaan.

g.
lembaga kursus dan lembaga pelatihan keterampilan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola atau penyelenggara, teknisi, sumber belajar, pustakawan dan laboran.



(2)
Standar untuk setiap jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar