PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan tidak mengatur
tata kelola satuan pendidikan karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan;
b. bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5105),
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, di antara
angka 17 dan angka 18 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 17A dan ketentuan
angka 22 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
1. Pengelolaan
pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar
proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2. Penyelenggaraan
pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan
atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
3. Pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
4. Taman
Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan
program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam)
tahun.
5. Raudhatul
Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan
program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat)
tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
6. Pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
7. Pendidikan
dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi
jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan
berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat
serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang
berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain
yang sederajat.
8. Sekolah
Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
dasar.
9. Madrasah
Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan
umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar.
10.S ekolah
Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
11. Madrasah
Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan
umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan
dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar
yang diakui sama atau setara SD atau MI.
12. Pendidikan
menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan
lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah
Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang
sederajat.
13. Sekolah
Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
14. Madrasah
Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan
umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai
lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
15. Sekolah
Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
16. Madrasah
Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
17. Pendidikan
tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah
pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17A. Akademi
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam 1 (satu)
cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
tertentu.
18. Politeknik
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah
bidang pengetahuan khusus.
19. Sekolah
tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi
syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
20. Institut
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan
profesi.
21. Universitas
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
22. Program
studi adalah program yang mencakup kesatuan rencana belajar sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum
serta ditujukan agar peserta didik dapat menguasai pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum.
23. Jurusan
atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung program studi
dalam 1 (satu) rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga.
24. Fakultas
atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung, yang dapat
dikelompokkan menurut jurusan, yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan
akademik, vokasi, atau profesi dalam 1 (satu) rumpun disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan/atau olahraga.
25. Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
26. Standar
pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan
Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
27. Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
28. Dosen
adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan tinggi dengan tugas
utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
29. Mahasiswa
adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi.
30. Sivitas
akademika adalah komunitas dosen dan
mahasiswa pada perguruan tinggi.
31. Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
32. Kelompok
belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga
masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka
meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya.
33. Pusat
kegiatan belajar masyarakat adalah satuan pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat
atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.
34. Pendidikan
berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif
dan/atau komparatif daerah.
35. Pendidikan
bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi
Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara
maju.
36. Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
37. Pendidikan
jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi,
informasi, dan media lain.
38. Pendidikan
berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
39. Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 40. Organisasi
profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang
berbadan hukum dan bersifat nonkomersial.
41. Dewan
pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat
yang peduli pendidikan.
42. Komite
sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan.
43. Kementerian
adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan nasional.
44. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
45. Pemerintah
daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
46. Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan
nasional.
2. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga
Pasal 49 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1) Pengelolaan
satuan pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan menerapkan
manajemen berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan didasarkan
pada prinsip:
a. nirlaba, yaitu prinsip kegiatan satuan
pendidikan yang bertujuan utama tidak mencari keuntungan, sehingga seluruh sisa
lebih hasil kegiatan satuan pendidikan harus digunakan untuk meningkatkan
kapasitas dan/atau mutu layanan satuan pendidikan;
b. akuntabilitas, yaitu kemampuan dan
komitmen satuan pendidikan untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang
dijalankan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik
satuan pendidikan dalam memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau
melampaui Standar Nasional Pendidikan secara berkelanjutan;
d. transparansi, yaitu keterbukaan dan
kemampuan satuan pendidikan menyajikan informasi yang relevan secara tepat
waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar
pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan; dan
e. akses berkeadilan, yaitu memberikan
layanan pendidikan formal kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa
pengecualian.
3. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga
Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Satuan
pendidikan wajib memberikan layanan pendidikan kepada calon peserta didik dan
peserta didik, tanpa memandang latar belakang agama, ras, etnis, gender, status
sosial, dan kemampuan ekonomi.
(2) Satuan
pendidikan wajib menjamin akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
membutuhkan pendidikan khusus, dan layanan khusus.
4. Di antara Pasal 53 dan Pasal 54
disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 53A dan Pasal 53B yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 53A
(1) Satuan
pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib
mengalokasikan tempat bagi calon peserta didik berkewarganegaraan Indonesia,
yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi, paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik baru.
(2) Satuan
pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib
menyediakan beasiswa bagi peserta didik berkewarganegaraan Indonesia yang
berprestasi.
(3) Satuan
pendidikan menengah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib
menyediakan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik berkewarganegaraan
Indonesia yang tidak mampu secara ekonomi dan yang orang tua atau pihak yang membiayai
tidak mampu secara ekonomi.
(4) Bantuan
biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan kepada paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh peserta didik.
(5) Satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dapat mengalokasikan
beasiswa bagi warga negara asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar